TANJUNG REDEB – Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Berau, Ayatullah Khomeini, menanggapi pemberitaan terkait penyesuaian tarif RSUD dr. Abdul Rivai yang belakangan memicu kontroversi publik. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa penyesuaian tarif yang diberlakukan per 1 Juli 2025 bukanlah bentuk kegagalan manajemen rumah sakit, melainkan bagian dari proses transisi kebijakan nasional menuju penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2024.

“Ini bukan soal manajemen yang gagal, tapi proses penyesuaian bertahap terhadap standar nasional. Pasal 17 Perpres tersebut justru mengakomodasi daerah yang belum sepenuhnya siap, termasuk Berau,” tegas Ayatullah dalam keterangannya, Rabu (3/7).

Menurut Ayatullah, Pemerintah Kabupaten Berau telah menunjukkan komitmen konkret dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan, antara lain melalui pembangunan gedung baru RSUD yang kini memasuki tahap pemasangan peralatan medis di lantai satu (UGD), serta pengalokasian anggaran strategis untuk rekrutmen SDM dan pengembangan fasilitas intensif.

Lebih lanjut, HMI juga memberikan catatan kritis terhadap beberapa pernyataan DPRD Berau yang dinilai kurang proporsional dan terlalu cepat mengaitkan penyesuaian tarif dengan “manajemen buruk”.

“Kami sangat menghormati DPRD, tapi kami juga berharap fungsi pengawasan tidak berujung pada narasi menyalahkan. Ada ketidaksinkronan antara Perda No. 7 Tahun 2023 dengan kebutuhan teknis rumah sakit. Ini harus dibahas secara substansi, bukan emosional,” ujar Ayatullah.

HMI mendorong agar DPRD lebih aktif dalam mendorong revisi kebijakan lokal, termasuk usulan revisi Perda dan pembuatan peraturan teknis yang mendukung percepatan pemenuhan standar KRIS. Mereka juga menilai bahwa pendekatan “problem-solving” lebih dibutuhkan daripada sekadar “blaming” dalam situasi seperti ini.

Dedikasi Tenaga Kesehatan Harus Diapresiasi

Ayatullah juga menekankan bahwa rendahnya rating RSUD Abdul Rivai di Google (2.2 dari 301 ulasan) tidak bisa serta-merta dijadikan ukuran mutlak terhadap kinerja tenaga kesehatan. “Tenaga medis kita telah bekerja keras di tengah keterbatasan. Rating rendah itu cerminan dari keterbatasan infrastruktur, bukan dedikasi atau kompetensi SDM,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa pihak manajemen RSUD terus berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan dan PERSI dalam menyusun roadmap pemenuhan standar KRIS secara bertahap.

Ayatullah mengajak semua pihak untuk bersinergi, termasuk DPRD dan masyarakat sipil, demi mendukung keberhasilan implementasi kebijakan kesehatan nasional di daerah.

“Ini semua untuk rakyat. Yang dibutuhkan sekarang adalah kolaborasi, bukan konflik. Penyesuaian tarif adalah bagian dari mekanisme nasional. Komitmen Pemkab sudah ada, gedung baru dibangun, anggaran disiapkan, tenaga medis terus berjuang. Mari lihat fakta, bukan hanya narasi negatif,” pungkasnya. (*)