TANJUNG REDEB– Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Berau mengingatkan seluruh Satuan Penyedia Pangan Gizi (SPPG) agar mematuhi standar pengolahan makanan yang telah ditetapkan. Penegasan ini disampaikan menyusul adanya temuan makanan tidak layak konsumsi di salah satu satuan layanan.

 

Kepala Dinkes Berau, Lamlay Sarie, melalui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Suhartini, menjelaskan bahwa pelatihan dan pembinaan telah dilakukan sebelum SPPG beroperasi. Materi pelatihan mencakup izin sanitasi pangan, prosedur operasional, serta pemahaman tentang bahaya kontaminasi dalam rantai distribusi makanan.

 

“Semua petugas yang terlibat, mulai dari kepala satuan, juru masak, petugas gizi, hingga staf keuangan, telah kami bekali pelatihan intensif selama dua hari. Persoalannya tinggal pada bagaimana hal itu dijalankan di lapangan,” ujar Suhartini, Senin (30/9/2025).

 

Saat ini, terdapat dua unit SPPG aktif di wilayah Berau, masing-masing berada di Karang Mulyo dan Gunung Panjang. Keduanya telah melayani ribuan siswa dari tingkat TK hingga SD secara bertahap.

 

Untuk mencegah potensi munculnya makanan basi atau tidak higienis, Suhartini mendorong sekolah-sekolah agar membentuk tim keamanan pangan internal. Tim ini, menurutnya, dapat melakukan uji organoleptik atau tes rasa setiap hari sebelum makanan disajikan kepada peserta didik.

 

“Pengawasan semestinya tidak hanya datang dari Dinas, tapi juga harus ada pengawasan dari pihak sekolah sendiri,” tambahnya.

 

Rencana sosialisasi lanjutan juga tengah disiapkan, terutama bagi sekolah-sekolah yang belum menjadi penerima manfaat program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Salah satu wilayah yang telah disasar adalah Tanjung Batu.

 

Selain itu, pengawasan eksternal dari Dinkes akan dilakukan secara berkala, dengan pemeriksaan yang mencakup kebersihan lingkungan luar, gudang penyimpanan bahan mentah, serta dapur pengolahan. Standar penyimpanan juga ditegaskan, seperti meletakkan bahan pokok di atas palet agar terhindar dari kontaminasi.

 

“Penting bagi mereka untuk memahami area risiko, termasuk zona bahaya suhu. Kami sudah menyampaikan semua itu dalam pelatihan,” jelasnya.

 

Setiap dapur SPPG juga diwajibkan memiliki petugas gizi permanen sebagai pengawas internal, sementara Dinkes bertindak sebagai pengawas eksternal dan pembina. Dalam praktiknya, dapur menyajikan makanan dua kali sehari—pukul 09.00 untuk siswa TK dan SD kelas 1–3, serta pukul 12.00 untuk jenjang selanjutnya.

 

Meski kapasitas maksimum produksi ditetapkan pada 4.000 porsi per hari, pendistribusian dilakukan secara bertahap demi menjaga kualitas sajian.

 

“Kami membatasi kapasitas agar distribusi tetap lancar dan kualitas makanan tidak dikorbankan,” kata Suhartini.

 

Ia juga mengapresiasi sumber daya manusia di SPPG yang dinilai berpengalaman. Beberapa di antaranya memiliki latar belakang kerja di sektor perhotelan, kafe, hingga katering profesional, baik di dalam maupun luar negeri.

 

“Dengan latar belakang seperti itu, semestinya standar bisa dijalankan dengan konsisten. Tinggal bagaimana mereka menjaga komitmen terhadap aturan yang berlaku,” tegasnya.

 

Menanggapi upaya pengawasan dan pembinaan tersebut, Bupati Berau, Sri Juniarsih, menyampaikan apresiasinya terhadap peran aktif Dinkes dalam menjaga kualitas program makanan bergizi untuk pelajar.

 

“Kami sangat mendukung langkah Dinkes Berau. Ini bentuk tanggung jawab nyata dalam memastikan bahwa anak-anak kita mendapatkan makanan yang sehat dan aman setiap hari. Saya berharap semua pihak, termasuk sekolah dan penyedia layanan, dapat terus menjaga standar ini,” ujar Sri Juniarsih.

 

Ia juga menegaskan bahwa program pangan bergizi tak hanya menyangkut nutrisi, tetapi juga menyangkut kesehatan jangka panjang generasi muda Berau. (adv/yf)