Kesehatan Mental di Berau Memprihatinkan: Psikiater dan Psikolog Sangat Terbatas
TANJUNG REDEB – Kurangnya tenaga profesional untuk menangani orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kabupaten Berau mendapat sorotan dari DPRD setempat. Komisi I DPRD Berau menilai bahwa pelayanan kesehatan mental di daerah ini masih jauh dari memadai dan membutuhkan perhatian serius dari pemerintah daerah.
Ketua Komisi I DPRD Berau, Elita Herlina, menyatakan bahwa ketersediaan tenaga ahli seperti dokter spesialis kejiwaan (psikiater) dan psikolog di Berau sangat terbatas, padahal kebutuhan layanan kesehatan mental terus meningkat seiring kompleksitas persoalan sosial yang terjadi di masyarakat.
“Tenaga profesional seperti psikiater dan psikolog di Berau memang masih sangat minim. Padahal kita tahu kebutuhan terhadap layanan kesehatan mental sudah menjadi kebutuhan mendesak. Ini tidak bisa dianggap sepele,” kata Elita saat ditemui beberapa waktu lalu.
Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Berau harus mulai mencari solusi konkret untuk mengatasi kekurangan sumber daya manusia di bidang kesehatan jiwa. Terlebih lagi, dengan adanya regulasi nasional yang tidak lagi membolehkan pengangkatan tenaga honorer, maka rekrutmen tenaga kesehatan jiwa harus difokuskan melalui jalur resmi seperti CPNS atau PPPK.
“Karena sekarang tidak bisa lagi mengangkat honorer, harapannya pemerintah daerah dapat membuka formasi khusus untuk dokter jiwa dan psikolog dalam seleksi CPNS maupun PPPK mendatang,” ujarnya.
Elita juga menekankan pentingnya kepekaan dari setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam memetakan kebutuhan SDM di bidangnya masing-masing. Ia mengingatkan, kekurangan tenaga ahli dapat menghambat pelayanan publik, khususnya dalam hal penanganan ODGJ yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus.
“Kalau tidak ada tenaga yang benar-benar ahli, pelayanan untuk ODGJ bisa tidak maksimal. Ini menyangkut hak dasar masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang layak, baik fisik maupun mental,” tegasnya.
Lebih jauh, Elita mendorong adanya sinergi lintas sektor dalam menangani persoalan ODGJ. Menurutnya, penanganan gangguan jiwa tidak hanya menjadi tugas Dinas Kesehatan semata, melainkan juga melibatkan Dinas Sosial, aparat kecamatan, hingga pemerintah kampung.
“Penanganan ODGJ itu bukan hanya soal medis, tapi juga menyangkut aspek sosial, psikologis, bahkan budaya. Maka perlu pendekatan menyeluruh dan kerja sama antarsektor agar penanganan bisa berjalan efektif,” tutupnya. (*yf/adv)
