Berau Coal Dapat IUPK, Waris Minta Pemda Tidak Hanya Andalkan CSR dan Royalti
Tanjung Redeb — PT Berau Coal resmi memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 tahun.
PT Berau Coal sebelumnya, memulai usaha penambangan pada 26 April 1983, setelah memperoleh Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sesuai dengan surat No. 178.K/40.00/DJG/205. Adapun luas area konsesi PT Berau Coal mencapai 108,900 hektar, berlaku sampai dengan 26 April 2025 dan memiliki opsi perpanjangan 2 x 10 tahun.
Dilansir dari website modi.esdm.go.id, PT Berau Coal kini memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan nomor perizinan 1/1/IUPK/PMA/2025 dengan kode WIUP 1300003032014075 seluas 78.004 hektare(ha) berlaku mulai 31 Januari 2025 hingga 26 April 2035 dengan tahapan CNC I.T.
Berubahnya jenis izin yang dimiliki PT Berau Coal juga mendapat komentar dari Anggota DPRD Berah, Abdul Waris. Ia mengusulkan agar Pemerintah Daerah (Pemda) Berau melalui Perusda (Perusahaan Daerah) dapat terlibat dalam pengelolaan tambang Berau Coal.
Menurut Abdul Waris, hal ini akan memberikan posisi tawar yang lebih kuat bagi Pemda, khususnya dalam hal pendapatan asli daerah (PAD). Selama ini, Pemda hanya memperoleh dana bagi hasil dan CSR, namun dengan keterlibatan Perusda, Pemda Berau berpotensi memperoleh dividen dari perusahaan daerah tersebut.
Dalam konteks pengelolaan tambang Berau Coal, yang memiliki luas sekitar 118 ribu hektar, perubahan status pengelolaan setelah pengesahan UU Minerba akan menghapus status Perusahaan Batu Bara (PKP2B) dan menggantinya dengan IUP Khusus. Ini memberikan kesempatan bagi Pemda Berau untuk lebih aktif terlibat, terlebih lagi jika Perusda turut serta dalam pengelolaan tersebut.
Sejarah divestasi saham seperti yang terjadi pada KPC (Kaltim Prima Coal), di mana Pemda Kutai Timur (Kutim) memperoleh 10% saham melalui divestasi, kini bisa diperluas dengan UU Minerba yang memberikan ruang bagi Perusda untuk mengelola tambang secara langsung. Oleh karena itu, Abdul Waris mendorong Pemda Berau untuk melihat peluang besar ini dan mengambil langkah konkret.
“Jika Berau Coal tidak melibatkan Perusda dalam pengelolaannya, maka yang kita dapatkan hanya bagi hasil pajak (royalti) dan CSR, yang tidak berbeda jauh dengan kondisi beberapa tahun terakhir. Ini harus jadi perhatian serius, dan saya tegas mengatakan, jika seperti itu, lebih baik kita tolak,” tegas Abdul Waris.
Pemda Berau kini dihadapkan pada kesempatan besar untuk meningkatkan PAD dengan melibatkan Perusda dalam pengelolaan tambang yang ada di daerah tersebut. Ini bisa menjadi langkah strategis untuk mendongkrak perekonomian lokal dan memperkuat posisi tawar daerah di tengah dinamika industri pertambangan yang terus berkembang. (*adv/yf)
