TANJUNG REDEB- RSUD Abdul Rivai buka suara terkait penanganan seorang pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal 31 Oktober 2024 lalu, sekira pukul 14.30 Wita.

Dikatakan Humas RSUD Abdul Rivai, Dani Apriat Maja, pasien yang dirujuk dari Puskesmas Tepian Buah, Kecamatan Segah tersebut dalam keadaan stabil dan terpasang infus, kemudian menjalani pemeriksaan foto rontgen yang menunjukkan adanya benda asing di dalam pemeriksan abdomen.

“Saat dilakukan pemeriksaan dan foto rontgen, hasil foto abdomen menunjukkan adanya benda asing yang terdapat di dalam foto rontgen, kemudian dikonsultasikan ke dokter spesialis bedah saat di IGD. Hasil evaluasi dari dokter bedah, maka pasien disarankan rawat jalan namun tetap observasi pemantauan setiap BAB, dan pasien disarankan kontrol rawat jalan di poli bedah,” jelas Dani.

Ia menambahkan bahwa pasien juga diberikan edukasi mengenai gejala berat yang perlu diwaspadai setelah pemeriksaan pertama tersebut dilakukan.

“Dokter sudah mengedukasi bahwa bila terdapat keluhan atau gejala berat baru kembali ke IGD. Kalau tidak, tetap melanjutkan rawat melalui poli bedah,” sambungnya.

Kemudian, pada tanggal 2 November 2024, pasien kembali datang ke IGD tanpa keluhan darurat, namun dengan kekhawatiran dari pihak keluarga terhadap jarum yang sempat tertelan. Diketahui melalui CCTV RSUD Abdul Rivai, pasien datang sekira pukul 21.20 Wita. Pasien diantar dengan mobil hitam yang bukan merupakan mobil ambulans rujukan puskesmas bersama beberapa orang pendamping.

Setelah dilakukan foto rontgen ulang, rupanya dokter sudah tidak menemukan lagi benda asing yang sebelumnya sempat terdeteksi, sehingga pasien disarankan untuk melanjutkan perawatan jalan melalui poli bedah.

“Untuk memastikan kembali, akhirnya dilakukan foto rontgen ulang dengan hasil foto tidak tampak benda asing dalam hasil foto rontgen yang ada, dan pasien di edukasi kembali untuk rawat jalan dengan pembahasan yang sama seperti penjelasan di tanggal 31 Oktober 2024. Benda asing berupa jarum tersebut bisa saja sudah keluar bersama tinja saat BAB,” terangnya.

Berkaitan dengan biaya perawatan yang dibebankan kepada pasien, Dani menjelaskan bahwa berdasarkan Perpres Nomor 59 Tahun 2024, bahwa yang dijamin oleh BPJS pada IGD atau Instalasi Pelayanan Kegawatdaruratan pada FKRTL harus sesuai merujuk pada Permenkes Nomor 47 Tahun 2018, yakni dengan kriteria kegawatdaruratan diantaranya mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang lain atau lingkungan, adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi, adanya penurunan kesadaran, adanya gangguan hemodinamik dan memerlukan tindakan segera.

“Bukan berarti pasien dilarang berobat. Pasien dapat berobat ke faskes pertama seperti puskesmas atau dokter praktek sesuai keanggotaan BPJS-nya, yang nantinya akan dipertimbangkan oleh dokter di faskes pertama, apakah perlu dirujuk atau tidak. Sehingga bila ada pertanyaannya kenapa harus membayar, sebaiknya pertanyaan ini ditanyakan pula ke pihak BPJS selaku perusahaan penjamin kesehatan masyarakat,” imbuhnya.

Ia juga meluruskan terkait dengan pernyataan pihak keluarga pasien yang menyebut tidak bisa menggunakan BPJS non PBI untuk perawatan di IGD tersebut dikarenakan adanya kesalahan nama pasien pada administrasi BPJS Kesehatannya. Sebelumnya, keluarga pasien menyebut bahwa BPJS mereka ditolak lantaran ada kesalahan nama. Setelah diperbaiki dan diaktifkan oleh BPJS, ternyata biaya perawatan pasien tetap tidak bisa dicover oleh BPJS.

“Jadi dia datang berobat pakai BPJS non PBI, kemudian dia urus ke BPJS untuk aktifkan. Tapi kembali lagi karena yang bersangkutan dikategorikan non kegawatdaruratan, maka BPJS tidak mau mengklaim. Apakah bisa berobat? Tentu bisa tapi di faskes tingkat pertama, sesuai penjelasan kami sebelumnya. Dan saat dirujuk dari Pusekesmas, jaminan kesehatannya memang dilaporkan pihak puskesmas tidak Ada. Dan terkait peraturan-peraturan ini adalah BPJS yang membuatnya bukan Rumah Sakit,” tutupnya. (Marta)