TANJUNG REDEB — PT Hutan Sanggam Berau (HSB) bersama masyarakat Kampung Batu Rajang, Kecamatan Segah, memanen perdana jagung seluas lima hektare pada Agustus 2025 lalu. Kegiatan ini menjadi langkah awal kolaborasi antara perusahaan dan warga untuk mendukung ketahanan pangan sekaligus pemulihan kawasan hutan yang dikelola HSB.

Panen perdana itu juga mendapat pendampingan dari Dinas Pertanian Kabupaten Berau serta aparat Polsek Segah. Berdasarkan hasil pemantauan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), produktivitas jagung kali ini masih tergolong rendah, sekitar 1,2 ton per hektare.

Direktur PT HSB, Roby Maula, tidak menampik capaian tersebut belum maksimal. Ia menjelaskan, sejumlah faktor teknis menjadi penyebab utama, mulai dari pengolahan lahan yang kurang optimal, jarak tanam yang belum sesuai, hingga pemupukan yang masih minim.

“Hasil panen memang belum tinggi, hanya sekitar 1,2 ton per hektare. Ini karena beberapa faktor teknis, seperti tidak adanya pengolahan lahan pasca panen padi dan kurangnya pemupukan,” kata Roby saat ditemui di Tanjung Redeb, Kamis (9/10/2025).

Meski begitu, Roby menilai hasil tersebut tetap memberi harapan. Jagung hasil panen pertama diterima oleh Bulog Berau dengan harga Rp6.400 per kilogram setelah proses penjemuran, lebih tinggi dari harga dasar yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp5.500 per kilogram.

“Kami bersyukur hasil panen perdana ini bisa diterima Bulog dengan harga baik. Ini menjadi penyemangat bagi kami dan masyarakat untuk terus memperbaiki metode tanam ke depan,” ujarnya.

Potensi Pertanian Berau

Menurut Roby, Kabupaten Berau memiliki potensi besar di sektor pertanian, terutama untuk komoditas jagung. Pada 2021, Berau bahkan tercatat sebagai salah satu daerah dengan produktivitas jagung tertinggi di Kalimantan Timur, mencapai enam ton per hektare.

Melihat potensi itu, PT HSB berencana memperluas program pertanian terpadu. Tak hanya berfokus pada jagung, program ini akan dikembangkan untuk komoditas lain seperti padi, kedelai, kopi, dan kakao. Strategi ini menjadi bagian dari model pengelolaan hutan berkelanjutan yang menggabungkan aspek ekonomi, sosial, dan konservasi lingkungan.

“Untuk jangka pendek kami fokus pada tanaman ketahanan pangan, sedangkan jangka menengah diarahkan pada tanaman unggulan seperti kakao dan kopi,” jelasnya.

Roby menambahkan, setiap pengembangan program akan didahului studi kelayakan untuk memastikan keberlanjutan usaha. Analisis awal menunjukkan usaha tani jagung memiliki R/C ratio sebesar 2,08, menandakan secara ekonomi layak dengan potensi keuntungan mencapai Rp15,7 juta per hektare.

“Analisa ini memang masih tematik, tapi sudah menunjukkan prospek yang positif. Dengan penerapan teknologi tepat guna dan pendampingan pemerintah, kami optimistis produktivitas akan meningkat,” kata Roby.

Komitmen Sosial dan Lingkungan

Selain pengembangan pertanian, PT HSB juga melaksanakan sejumlah kegiatan lain di wilayah operasinya. Di antaranya pengembangan persemaian tanaman hutan skala besar, reklamasi pascatambang, serta perbaikan infrastruktur jalan di sekitar kawasan hutan.

Roby menyebut, seluruh upaya ini merupakan bentuk nyata komitmen perusahaan untuk memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar.

“HSB ingin menjadi contoh bahwa pengelolaan hutan bisa berjalan beriringan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat,” tutupnya.