TANJUNG REDEB- Kenaikan tarif air oleh Perumdam Batiwakkal rupanya tidak lepas dari kualitas air baku, terutama air sungai yang menjadi sumber utama air minum di Kabupaten Berau.

Hal itu diungkapkan oleh Anggota Komisi II DPRD Berau, Agus Uriansyah yang menyebut pencemaran lingkungan membuat proses pengolahan air menjadi lebih sulit dan membutuhkan bahan kimia yang lebih banyak, yang berujung pada peningkatan biaya produksi.

“Sumber air baku yang selama ini diandalkan, yaitu air sungai, kini mulai tercemar. Ini ada hubungan erat dengan alasan kenaikan tarif air yang bikin heboh beberapa waktu lalu. Karena ternyata proses pengolahan air memerlukan bahan kimia yang lebih mahal, sehingga tarif air harus disesuaikan dengan biaya produksi yang semakin tinggi,” ungkapnya.

Berkaitan dengan hal itu, Komisi II kemudian mendorong Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) untuk segera membangun laboratorium uji kelayakan air di Kabupaten Berau.

Pasalnya, setiap kali terjadi masalah pencemaran, DLHK harus mengirim sampel air ke luar daerah, seperti Tarakan dan Samarinda, yang memakan waktu hingga 15 hari kerja.

“Ini jelas tidak efisien. Kami mendorong DLHK untuk membangun laboratorium uji air di Berau agar bisa lebih cepat menangani masalah pencemaran dan mengurangi ketergantungan pada pihak luar,” katanya.

Agus juga menyoroti kejadian tumpahan batu bara di perairan Mantaritip, yang menunjukkan keterbatasan DLHK dalam melakukan pengujian sendiri terhadap air yang terdampak pencemaran. Ia menegaskan bahwa pembangunan laboratorium uji air bisa menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas pengawasan lingkungan di Berau sekaligus berpotensi menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). (Marta)