TANJUNG REDEB- Di tengah dominasi perkebunan sawit, Kampung Talisayan mulai menata strategi agar tak terjebak dalam ketergantungan pangan dari luar. Kepala Kampung Talisayan, Ali Wardana, melihat peluang besar dari lahan-lahan yang belum tergarap. Baginya, tanah kosong bukan sekadar hamparan tak bernyawa, melainkan potensi besar yang bisa menjamin ketahanan pangan bagi masyarakat.

“Karena kami, pemerintah kampung, tidak bisa membeli tanah, maka skema yang kami ingin lakukan pada 2025 adalah bekerja sama dengan pemilik lahan,” ujarnya, Rabu (29/1/2025).

Gagasan ini berangkat dari realitas di lapangan. Selama ini, pasokan sayur-mayur di Talisayan masih bergantung dari kampung transmigrasi, sementara sektor perikanan memang sudah berjalan dengan baik. Namun, untuk menghadapi tantangan lima tahun ke depan, Ali menekankan perlunya keseimbangan dalam ketahanan pangan, yang mencakup pertanian dan perikanan.

Melalui pendekatan musyawarah dengan warga, pemerintah kampung mulai mengidentifikasi lahan-lahan yang belum dimanfaatkan. Pemilik lahan akan diajak bermitra, sehingga tanah yang selama ini menganggur bisa diubah menjadi lahan produktif. Tanaman pangan yang akan dibudidayakan masih dalam tahap diskusi, tetapi Ali memastikan langkah ini akan berkontribusi pada upaya nasional dalam memperkuat ketahanan pangan. Lebih dari sekadar program, inisiatif ini adalah langkah preventif.

“Kami tidak ingin wilayah ini suatu saat mengalami krisis pangan karena terlalu bergantung pada pasokan luar. Dengan konsep ini, masyarakat tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga pelaku utama dalam membangun ketahanan pangan di kampung sendiri,” sambungnya.

Sejalan dengan upaya pemerintah pusat yang tengah gencar menggalakkan brigade pangan dan mendorong generasi milenial menjadi petani muda, Talisayan ingin mengambil bagian dalam gerakan ini. Dengan semangat gotong royong dan inovasi dalam pengelolaan lahan, kampung ini sedang menyiapkan fondasi bagi masa depan yang lebih mandiri dalam pangan. (Marta)