TANJUNG REDEB – Aroma ketidakadilan tercium dari rumah sakit daerah di Kabupaten Berau. Ratusan tenaga kesehatan, termasuk dokter, resah. Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang dijanjikan tak kunjung dibayarkan sesuai dasar hukum.

‎”Sudah berbulan-bulan kami menunggu kepastian. Kami bekerja penuh, tapi hak kami dipangkas,” kata dr. Putri, salah satu CPNS jabatan fungsional.

‎Mereka, para CPNS formasi 2025, kini tengah memperjuangkan hak yang mestinya jelas tertuang dalam regulasi. Sejumlah rapat lintas OPD digelar, dokumen dikaji ulang, dan akhirnya laporan resmi pun dilayangkan ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur.

‎Pemeriksaan Ombudsman mengungkap satu hal, seluruh OPD, dari BPKAD, BKPSDM, hingga Dinas Kesehatan, sepakat bahwa TPP CPNS jabatan fungsional semestinya dibayar 80 persen, berlaku sejak Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT) diterbitkan.

‎Namun hingga kini, pembayaran baru dijanjikan mulai November 2025. Adapun kekurangan sejak Mei hingga Oktober disebut bisa dibayar jika ada rekomendasi resmi Ombudsman atau dimasukkan sebagai utang daerah, berdasar Perbup Berau Nomor 13 Tahun 2025.

‎Langkah administratif itu tak menenangkan. “Kami akan terus bersuara. Ini bukan sekadar tunjangan, tapi soal keadilan,” ujar dr. Putri.

‎Kasus Berau membuka kembali persoalan klasik di birokrasi: hak aparatur negara yang tersendat di meja administrasi. Ombudsman kini jadi tumpuan terakhir bagi para tenaga kesehatan yang menolak diam.(rez)