TANJUNG REDEB- Sebuah video yang diunggah oleh seorang netizen di Facebook bernama Dhewy Pyaar, menduga bahwa uang palsu pecahan Rp100.000 telah beredar di Kabupaten Berau.

Dalam unggahannya, video tersebut memperlihatkan uang yang bisa dikupas dengan mudah, sebuah ciri yang tidak dimiliki oleh uang asli. Hal ini memicu kekhawatiran masyarakat tentang adanya peredaran uang palsu di daerah tersebut.

Dalam video yang viral tersebut, terlihat bahwa uang yang diperlihatkan menunjukkan ciri-ciri tidak wajar, dimana uang tersebut bisa terkelupas. Hal ini jelas berbeda dengan uang asli yang memiliki lapisan pelindung dan tidak dapat dengan mudah dikupas.

“Dari Makassar ini, sudah sampai ke Berau ini,” ucap seseorang dalam video tersebut.

Diduga, uang tersebut digunakan oleh seseorang untuk membeli perhiasan emas. Namun karena pemilik toko merasa curiga, ia pun melakukan uji tes terhadap uang tersebut dan mendapati uang dapat dikupas.

“Yang lain tidak bisa terbuka, tapi yang ini bisa,” jelasnya sambil menunjukkan uang yang dapat terkupas.

Dilansir dari laman Kompas.com, sebelumnya polisi menetapkan 17 tersangka sindikat pembuatan dan pengedaran uang palsu di lingkungan UIN Makassar, Sulawesi Selatan, dan mengamankan barang bukti senilai ratusan triliun rupiah.

Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menyebut Kepala Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, berinisial AI, memiliki peran sentral dalam operasi sindikat uang palsu itu.

AI disebut menyediakan ‘tempat aman’ untuk memproduksi uang, surat berharga negara (SBN) hingga sertifikat deposit BI yang nilainya mencapai ratusan triliunan rupiah.

“Perannya berbeda-beda, tapi peran sentralnya di AI dan juga saudara MS. Kemudian ada ASS tapi saya sengaja tidak sebutkan [sebagai tersangka] karena belum memiliki kekuatan hukum yang tetap,” kata Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono dalam konferensi pers di Polres Gowa, Kamis (19/12).

ASS yang bekerja sebagai pengusaha disebut sempat ingin maju dalam Pilkada Sulsel 2024 lalu.

Walaupun disebut memiliki peran penting, status ASS masih belum jelas, baik jadi tersangka maupun daftar pencarian orang (DPO). Sementara itu, Badan Eksekutif Mahasiswa UIN Alauddin menduga ada keterlibatan pihak lain di kampus dan mendesak rektor untuk mengundurkan diri. Namun, Rektor UIN Alauddin, Hamdan Juhannis enggan mengomentari hal tersebut itu.

Dia berkata upaya yang dilakukan pihaknya adalah “kedua oknum yang terlibat dari kampus kami, langsung kami berhentikan dengan tidak hormat,” singkatnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, pihak yang paling dirugikan oleh uang palsu adalah pengusaha kecil dan menengah.

“Begitu dia dapat uang palsu, dan menyetorkan uang itu ke bank kan ditolak. Berarti kerugian langsung yang didalami mereka,” kata Bhima.

Berdasarkan penelusuran di tempat kejadian perkara (TKP) di gedung perpustakaan Syekh Yusuf kampus UIN Alauddin, ‘ruangan pabrik’ uang palsu berada di lantai satu lobi perpustakaan. Mesin cetak kertas berwarna yang dimodifikasi untuk mencetak uang itu berada di lorong depan pintu toilet pria dan perempuan. Tidak ada garis polisi di lokasi tersebut. Seorang staf perpustakaan bercerita mesin yang telah mencetak ratusan juta uang palsu itu berada di depan pintu toilet pria, ditutup oleh dinding triplek. Namun dinding triplek itu telah dibongkar saat polisi mengangkut mesin seberat lebih dari dua ton itu.

Sebelum kasus ini terungkap, staf itu tidak mengetahui aktivitas di balik dinding triplek itu. Hanya saja, ujarnya, dia kerap mendengar ada kegiatan di malam hari di dalam perpustakaan. Padahal ruang baca itu telah ditutup sejak sore hari.

Seorang mahasiswi yang kerap mengunjungi perpustakan, Anita, 21 tahun, juga tak melihat aktivitas mencurigakan di gedung yang terletak di tengah kampus itu.

“Aktivitas di dalam seperti perpustakaan pada umumnya, ada orang baca buku, cari buku yang sesuai dengan jurusan atau minat kita masing-masing,” ungkap Anita saat ditemui di kampus UIN Alauddin, Rabu (19/12).

“Ya seperti umumnya orang berkegiatan di dalam.” Kapolres Gowa AKBP Rheonald T Simanjuntak bercerita awalnya sindikat ini memproduksi uang palsu di tempat MS di Jalan Sunu, Makassar. Namun, percetakan uang palsu itu menggunakan mesin berukuran kecil. Lalu mereka membeli alat yang lebih besar seharga Rp600 juta di Surabaya, yang dibuat dari China. Alat itu kemudian dimasukkan ke dalam perpustakaan kampus.

“Alat itu dimasukkan salah satu tersangka, inisial AI, itu ke dalam salah satu kampus di Gowa, yaitu menggunakan salah satu gedung, yaitu perpustakaan dan itu di malam hari,” ujar Rheonald. (*)